Menurut
asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global,
yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman
menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau
perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah . Globalisasi bukanlah suatu fenomena baru karena globalisasi
sebenarnya telah ada sejak berabad-abad lamanya. Di akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20 arus globalisasi semakin berkembang pesat di berbagai negara ketika
mulai ditemukan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi.
Globalisasi ini akan membentuk tatanan baru atau kehidupan yang lebih
bersatu karena seolah-olah tanpa batas geografis, batas ekonomi maupun batas
budaya. Globalisasi terjadi di tengah-tengah masyarakat yang berupa keterkaitan
antara elemen-elemen dengan semakin canggihnya teknologi baik dari segi
komunikasi maupun informasi, tidak heran jika globalisasi akan menjadi jalan
pertukaran budaya hingga hubungan ekonomi, sosial, dan segala hal secara
internasional antara negara-negara di dunia.
Perubahan akibat pengaruh globalisai memiliki dampak terhadap suatu bangsa.
Dampak ini bisa berupa dampak positif maupun dampak negatif yang sama-sama
kuatnya. Dampak positif akan membawa suatu negara menjadi lebih maju dari
keadaan sebelumnya. Lain halnya dengan dampak positif
globalisasi, maka dampak negatif globalisasi akan condong terhadap mental dan
moral yang terkikis karena tidak adanya sekat yang membatasi antara kebudayaan
Indonesia dengan kebudayaan barat.
Salah satu contoh dampak negatif globalisasi terhadap remaja Indonesia
adalah penurunan degradasi moral remaja Indonesia yang ditunjukan dengan
kenakalan remaja khususnya seks bebas. Menurut dr. Boyke maraknya perilaku seks
bebas di kalangan remaja juga sangat dipengaruhi era globalisasi informasi dan
komunikasi. Hal ini diperparah dengan adanya survei dari Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia pada 2002-2003, dilaporkan bahwa remaja yang mengaku memiliki
teman yang pernah berhubungan seksual sebelum menikah pada usia 14-19 tahun,
pada angka 34,7% untuk remaja putri dan 30,9% untuk remaja putra (Seputar
Indonesia, 24/2/2012). Kasus-kasus pelecehan seksual sendiri juga terus
meningkat sepanjang tahun 2012 sampai 2013 ini. Sayangmya kasus-kasus yang
menimpa remaja berawal dari kemajuan teknologi yaitu perkenalan melalui
internet seperti facebook. Bahkan tindak kriminalitas yang berawal dari
perkenalan lewat situs jejaring sosial telah terjadi secara berulang-ulang
kali. Pada Januari-Februari lalu, misalnya, ada 31 kasus sejenis yang dicatat
oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. "Jumlah itu hampir separuh
dari jumlah kasus pelecehan seksual yang dilaporkan, yakni 83 kasus," kata
Ketua Komisi, Arist Merdeka Sirait, (3/ 2013). Hampir semua korban kasus
pelecehan seksual yang berawal dari perkenalan via media sosial adalah anak
baru gede (ABG) berusia 13-18 tahun. Pada rentang usia ini, dia menilai,
kondisi remaja memang masih labil dan mudah dipengaruhi. Pemanfaatan
globalisasi secara tidak tepat dan kurang pengawasan menyebabkan dampak negatif
bagi remaja di Indonesia.
Kejadian pelecehan seksual ataupun seks bebas di kalangan remaja Indonesia
sudah sangat menprihatinkan. Mengapa para remaja nekat melakukan seks bebas
memiliki alasan yang cukup sederhana yaitu maraknya tontonan berbau seks dan
mudahnya akses internet untuk mendapat berbagai macam konten
agaknya memicu remaja melakukan seks di luar nikah.
Remaja hanya menonton film-film atau artikel yang berbau porno tanpa mengerti
apa itu seks dan bahayanya. Menurut Desmita
(2005) pengertian seks bebas adalah segala cara mengekspresikan dan melepaskan
dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual, seperti berkencan
intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi perilaku tersebut
dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman
tentang seksual. Hal ini diperparah dengan mudahnya remaja mengakses internet
melalui telepon genggam maupun warung internet. Internet merupakan salah satu
dampak positif dari globalisasi yang apabila tidak dimanfaatkan secara positif
pula akan berdampak negatif terhadap remaja Indonesia.
Menurut Hurlock, remaja berasal dari kata Latin: adolensence,
yang berari tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas
lagi mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak, tetapi tidak juga dewasa atau tua. Dilanjutkan dari
pendapat Monks, bahwa pada masa remaja akan jelas terlihat sifat transisi atau
peralihan, karena ia belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Tapi justru pada masa inilah butuh perhatian khusus karena remaja
sedang berada pada proses pencarian jati diri.
Maka dari itu dampak globalisasi yang semakin tinggi menuntut remaja secara
tidak langsung ikut ambil bagian dalam perkembangannya. Untuk menghindari remaja
yang salah memanfaatkan perkembangan teknologi ini dengan mengadopsi budaya
barat seperti free sex (seks bebas) maka sejak dini perlu
diajarkan pendidikan seksual. Pendidikan
seksual adalah suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual yang diberikan
sepatutunya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarlito W.
Sarwono, 2001).
Sama halnya globalisasi yang memiliki dampak positif dan negatif, pemberian
pendidikan seks sejak dini mengakibatkan pro dan kontra di masyarakat. Beberapa
berpendapat setuju dengan alasan :
- Pendidikan seks dapat membantu
anak memahami dampak dari seks dalam kehidupan mereka.
- Menjawab pertanyaan yang ada dibenak anak-anak
tentang tubuh mereka yang berubah dan lonjakan hormonal.
- Anak-anak sering ingin tahu tentang jenis kelamin
lawan jenis. Pendidikan seks dapat membantu memberi pemahaman perbedaan
dan menjaga keinginan untuk mengeksplorasi hal-hal untuk diri mereka
sendiri.
- Pelecehan seksual terhadap anak adalah kejahatan
sosial yang melanda ribuan anak di seluruh dunia. Pendidikan seks dapat
berperan aktif dalam mengendalikan peristiwa penganiayaan ini.
- Penting bagi orang tua untuk mengajarkan anak tentang
seks yang benar, bukan membiarkan mereka menggunakan sumber lain seperti
materi pornografi dari internet. Hal ini penting karena sumber seperti
internet memiliki sejumlah informasi yang mungkin menyesatkan dan
menyebabkan informasi yang salah.
- Dengan masalah seperti kehamilan remaja dan
penularan penyakit yang meningkat, dapat menyadarkan anak dari bahaya ini.
- Pendidikan seks di sekolah adalah wadah mengubah
anak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Oleh karena itu,
pendidikan seks bisa membantu mereka memahami manfaat pantang seks bebas
setidaknya menjadi anak yang lebih bertanggung jawab.
Sedangkan kontra terhadap Pendidikan Seks disebabkan karena hal-hal berikut
ini :
- Besar kemungkinan informasi yang diterima siswa
pada usia dini tidak seperti yang diharapkan, artinya pemahaman mereka
justru ke arah yang salah.
- Jika tidak diajarkan dengan benar, pendidikan
seks dapat menjadi masalah ejekan dan menjadi sesuatu yang selalu
mengalihkan perhatian seluruh kelas ketika diajarkan.
- Fakta bahwa sebagian besar sekolah dalam
pendidikan seks memperlakukan hal ini seperti kursus ekstrakurikuler dan
bukan yang utama juga merupakan kontra utama.
- Pengajar yagn kurang kompeten dalam hal ini
bahkan lebih berbahaya karena informasi yang salah ini sangat mematikan.
- Pendidikan seks mungkin bertentangan dengan
ideologi keagamaan yang juga dianut di rumah anak. Ini menyebabkan
perbedaan masalah mendasar ketika anak di rumah dan di sekolah, sementara
seharusnya sekolah adalah rumah kedua mereka.
Cara yang
sangat ampuh untuk membatasi adanya dampak-dampak yang tidak diharapkan dari
suatu perubahan global adalah tiang agama. Kaitannya dengan ummat Islam
Indonesia, dampak negatif yang paling nyata adalah perbenturan nilai-nilai
asing yang masuk lewat berbagai cara, dengan nilai-nilai agama yang dianut oleh
sebagian besar bangsa Indonesia. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak
siap, kita harus menghadapi globalisasi ini dan menerima segala dampaknya,
negatif maupun positif. Hal yang paling penting untuk meminimalisir dampak
negatif perkembangan teknologi adalah membekali diri dengan ilmu agama
khususnya remaja karena remaja adalah generasi penerus bangsa.
Agama dan
keadaan sosial budaya juga ambil andil dalam menyelenggarakan pendidikan seks
di masyarakat karena tidak semua masyarakat bisa terbuka berbicara soal seks.
Para remaja yang sesungguhnya harus memperoleh penyuluhan seks secara benar
dari orang yang sudah mengerti bukan melalui internet dan teman sebaya yang
tidak paham tentang seks. Sumantri selaku Ketua KPAI merasakan betapa pesatnya
perkembangan informasi tentang seks sekarang. Ini berarti, harus secepatnya ada
jalan keluar tentang pendidikan seks bagi para remaja.
Lalu apa
solusinya? Pertama melibatkan sekolah karena sekolah dipandang sebagai
informasi praktis tentang efektifitas pengajaran serta sebagian
besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Sebagai sebuah mata pelajaran baru
pendidikan seks dianggap sesuatu yang mustahil, hal ini dikarenakan masih
banyak kontra di kalangan masyarakat maupun pemerintah. Salah satu cara yang
mungkin adalah dengan menyisipkan pendidikan seks pada pelajaran pendidikan
agama islam. Menurut Muh. Fadhil Al-Djamaly, Pendidikan
Agama Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik
dan menyangkut derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah)
dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar). Pelajaran
agama islam sangat cocok dikarenakan siswa juga akan mendapatkan aturan-aturan
dalam pendidkan seks yang benar sesuai syariat agama islam. Selain itu
pendidikan agamalah yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup
seseorang. Tentu saja jika dilihat praktiknya di lapangan, pendidikan
agama Islam (PAI) memiliki kedudukan yang sangat potensial sehubungan dengan
pengajaran pendidikan seks. Selain itu penting untuk menyesuaikan materi
yang akan disampaikan di bidang pendidikan seks dengan tingkatan siswa agar
siswa tetap memahami pendidikan seks sesuai dengan usianya. Bagaimanapun
pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia harus
mengupayakan pendidikan yang membentuk dan meningkatkan moral remaja Indonesia
agar tidak salah melangkah dan terjerumus terhadap arus negatif globalisasi.
No comments:
Post a Comment