Tuesday, April 14, 2020

Kreativitas di Timur indonesia

Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para “natioan builders” Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa Indonesia bersaing di kancah global. Tetapi jika melihat sebuah kenyataan, masih  banyak sekolah-sekolah di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) yang masih belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia terutama untuk sarana da prasarana.

SMA N Tamalabang merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah yang terletak di daerah 3T. SMA ini terletak di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (NTT).  SMA ini dikategorikan terletak di daerah 3T karena beberapa hal: (1) akses menuju kota masih sangat susah, hanya bisa ditempuh dengan jalur laut yaitu ± 4 jam menggunakan perahu motor, (2) belum adanya jaringan telekomunikasi, dan (3) masih minimnya penerangan.

SMA N Tamalabang juga menjadi tempat pengabdian saya sebagai guru sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar dan tertinggal atau biasa disingkat guru SM-3T. Di SMA ini saya banyak sekali mendapatkan pengalaman mengajar yang sangat berharga dan di artikel inilah saya akan membagikannya, akan tetapi terlebih dulu saya akan memperkenalkan diri. Perkenalkan nama lengkap saya adalah Arif Hidayat (23). Saya adalah guru SM-3T angkatan V dari LPTK UNY. Saya lulusan dari Universitas Sebelas Maret dengan program studi pendidikan kimia.

Pengalaman mengajar saya sebagai guru kimia membuat saya harus berpikir keras. Kenapa saya katakan seperti itu, pastinya kebanyakan orang tahu bahwa kimia adalah mata pelajaran yang banyak konsep, hitungan, dan praktikumnya. Apalagi jika tidak ada praktikum itu bukan kimia, seperti masakan yang tidak dibumbui garam. Seperti itulah yang terjadi sebelum-sebelumnya di SMA N Tamalabang. 

SMA N Tamalabang pada dasarnya mempunyai satu ruang laboratorium IPA. Akan tetapi sekarang sudah dialih fungsikan sebagai ruang guru, karena SMA ini belum mempunyai ruang guru. SMA ini sebelumnya juga pernah sekali menerima bantuan alat dan bahan laboratorium IPA. Akan tetapi dikarenakan tidak adanya yang merawat dan memelihara lama-kelamaan alat dan bahan tersebut rusak dan sebagian besar tidak diketahui keberadaanya. 

Melihat kondisi seperti itu, tanpa adanya alat dan bahan praktikum tidak membuat saya patah hati, malah membuat saya menjadi bersemangat untuk memberikan pembelajaran praktikum. Pada semester pertama saya berhasil membimbing parktikum pertama yang berjudul “kepolaran suatu senyawa”. Alat dan bahan yang dipergunakan merupakan alat hasil modifikasi yang dilakukan oleh siswa. 

Pada awalnya saya memeperlihatkan sebuah video praktikum kepolaran suatu senyawa yang saya unduh di internet ketika saya berada di kota. Setelah itu saya memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat alat modifikasi dari alat tersebut. Ada beberapa jenis alat hasil modifikasi, dan terpilihlah satu alat modifikasi terbaik. Saya sempat terkejut ketika melihat alat yang mereka buat, benar-benar di luar dugaan saya. Mereka bisa membuat sebuah alat modifikasi menggunakan bahan-bahan yang ada di sekeliling mereka. 

Pada pelaksanaan parktikum siswa-siswi masih kelihatan bingung dan canggung melakukan praktikum dikarenakan praktikum ini adalah praktikum pertama yang mereka lakukan. Tetapi melihat antusias dan semangat mereka semakin membuat saya bersemangat untuk membimbing mereka praktikum. Setelah praktikum selesai mereka mempresentasikan hasil praktikum dan membuat laporan praktikum. 


Setelah melihat keberhasilan praktikum pertama semakin membuat saya lebih bersemangat untuk memperkenalkan kimia melalui praktikum kepada siswa-siswi SMA N tamalabang. Selama masa tugas saya di SMA ini sudah ada beberapa praktikum yang berhasil saya bimbing diantaranya : (1) praktikum kepolaran suatu senyawa, (2) praktikum identifikasi senyawa asam atau basa dengan indikator alami, (3) praktikum sifat-sifat koloid dalam kehidupan sehari-hari, (4) praktikum pembuatan tape dari ubi kuning, (5) praktikum pembuatan tempe dari kacang nasi (tau), dan (5) praktikum penjernihan air.

Minimnya akan sarana dan prasarana di sekolah-sekolah daerah 3T seperti SMA N Tamalabang tidak membuat siswa pantang menyerah dalam belajar. Mereka tidak memandang sarana dan prasarana sebagai kekurangan mereka melainkan memandang sebagai tantangan yang harus mereka hadapi. Minimnya sarana dan prasarana juga bukan merupakan hambatan bagi berkembangnya kreatifitas anak-anak daerah 3T. 

 

No comments: